kuliner

Dadiah: Kuliner Tradisional Minangkabau dengan Rasa Asam Khas dari Bukittinggi

Dataran tinggi di Sumatra Barat dikenal kaya akan kekayaan kuliner tradisional yang unik, salah satunya terletak di kawasan segitiga Agam-Tanah Datar-Lima Puluah Koto, yang dikenal sebagai ‘Luhak Nan Tigo’. Daerah ini terkenal dengan racikan rempah-rempah dan teknik pengolahan makanan yang diwariskan oleh masyarakat Minangkabau.

Sebagai salah satu bagian dari warisan kuliner tersebut, dadiah atau dadih adalah hasil fermentasi susu tradisional yang berasal dari Bukittinggi. Kuliner khas ini diproduksi di banyak kampung, khususnya di sekitar Ngarai Sianok.

Dadiah dibuat dengan cara mengisi batang bambu dengan susu kerbau segar, lalu menutupnya untuk dibiarkan fermentasi selama 1 hingga 3 hari. Berbeda dengan yoghurt yang cenderung lebih cair, dadiah memiliki bentuk padat yang mengeras seiring dengan proses fermentasi.

Dadiah menggunakan susu kerbau yang difermentasi secara alami dalam ruas bambu dengan fermentasi berlangsung setidaknya satu hari penuh, meski dadiah yang banyak beredar di pasar umumnya telah difermentasi selama dua hari. Hasil fermentasi ini membentuk krim padat yang lembut dengan cita rasa asam. Semakin lama proses fermentasinya, semakin padat dan keras dadiah yang dihasilkan.

Meskipun memiliki kesamaan dengan produk susu fermentasi lain seperti yoghurt, dadiah dan yoghurt memiliki beberapa perbedaan. Salah satu perbedaan utama adalah jenis susu yang digunakan, di mana dadiah hanya bisa dibuat menggunakan susu kerbau segar, sementara susu sapi tidak menghasilkan dadiah yang otentik.

Dalam pembuatan dadiah, misalnya, sebanyak 20 batang bambu membutuhkan susu dari 3 ekor kerbau. Proses pembuatan dadiah dimulai pada pagi hari setelah susu diperah dan disaring sebelum dimasukkan ke dalam batang bambu.

Fermentasi dadiah berlangsung secara spontan dalam bambu, tanpa membutuhkan kultur mikroba seperti yang digunakan pada yoghurt. Hasilnya, dadiah memiliki tekstur yang lebih padat dibandingkan yoghurt yang tetap cair.

Keunikan dadiah juga terlihat dalam cara menikmatinya. Biasanya, dadiah disajikan bersama emping beras, atau dikenal sebagai ampiang dadiah, dengan tambahan gula aren. Perpaduan rasa asam dadiah dan emping yang renyah menghasilkan cita rasa yang khas. Di beberapa tempat, dadiah juga bisa disantap bersama sambalado (cabai) dan sirih, memberikan rasa asam-pedas yang menyegarkan sebagai lauk nasi.

Namun, seiring berjalannya waktu, dadiah semakin sulit ditemukan, karena hanya tersedia di beberapa lokasi tertentu. Kuliner ini memang lebih disukai oleh segelintir orang yang menyukai rasa asam khasnya. Bagi mereka yang penasaran mencicipi dadiah, Rumah Makan Simpang Raya dan Kedai Lestari H Minang di Bukittinggi menjadi beberapa tempat yang bisa dikunjungi.

Anda mungkin juga suka...