Indonesia National Adolescent Mental Health Survey menunjukkan sebuah penelitian yang bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada mengungkapkan bahwa sebanyak 2,45 juta remaja di Indonesia yang berusia 10-17 tahun mengalami gangguan mental.
Angka ini dinilai sama dengan perbandingan satu dari dua puluh remaja Indonesia yang memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Lalu ada 15,5 juta remaja Indonesia yang berusia 17 tahun atau satu dari tiga remaja Indonesia yang memiliki maslaah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir.
Remaja yang ada di dalam kelompok ini merupakan mereka yang terdiagnosis dengan gangguan mental sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Diosorders Ediri Kelima yang merupakan panduan dalam penegakan diagnosis gangguan mental yang ada di Indonesia.
“Remaja dengan gangguan mental mengalami gangguan atau kesulitan dalam melakukan kesehariannya yang disebabkan oleh gejala gangguan mental yang ia miliki,” kata Prof Siswanto yang merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM.
Ia juga menjelaskan bahwa hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa gangguan mental paling banyak didapatkan oleh para remaja adalah gangguan cemas (3,7%), depresi mayor(1%), gangguan perilaku (0,9%), gangguan stres pasca-trauma (0,5%), dan gangguan pemusatan perhatian (0,5%), dan hiperaktivitas (0,5%).
Saat ini pemerintah memang sudah semakin meningkatkan akses ke berbagai fasilitas kesehatan, tetapi hanya sedikit remaja yang mencari bantuan profesional dalam menangani masalah kesehatan mental mereka. Padahal saat ini ada 20 persen penduduk Indonesia yang berada di dalam rentang 10-19 tahun, sehingga populasi dari remaja dapat dikatakan memiliki peran yang penting untuk perkembangan indonesia.
“Hanya 2,6 persen dari remaja yang memiliki masalah kesehatan mental menggunakan fasilitas kesehatan mental atau konseling untuk membantu mereka mengatasi masalah emosi dan perilaku mereka dalam 12 bulan terakhir. Angka tersebut masih sangat kecil dibandingkan jumlah remaja yang sebenarnya membutuhkan bantuan dalam mengatasi permasalahan mental mereka,” jelas Siswanto.
“Selama ini, data yang kita punya tidak merepresentasikan Indonesia atau tidak berdasarkan diagnosis sehingga perencanaan program dan advokasi mengenai kesehatan mental remaja menjadi tidak tepat sasaran.” Ungkapnya.